Thursday 8 November 2018

Rintik Air diawal Gerimis

Ini akan menjadi cerita yang amat singkat, dan ini bisa jadi cerita yang cukup aku ingat. Asal kau tau, aku pernah mengibaratkan seseorang yang spesial disampingmu itu layaknya sesuatu yang cukup menyenangkan untuk sebagian orang. Jadi seperti ini, bisa diibaratkan kehadirannya itu seperti rintik air diawal gerimis, mengisyaratkanku untuk menjauh dan meneduh.. lalu kemudian pengakuannya terhadapmu adalah hujan deras yang dinginnya merenggut kehangatan dari semua tatapmu kepadaku. Menyejukan memang, terlalu dingin bahkan. 

Dilain sisi kau dengannya menari-nari dibawah guyuran hujan lalu kalian menyebutnya itu romantis, aku.. meneduh dan menjauh, menggigil menahan dingin setelah hangatnya mulai tak lagi tersentuh, Lalu kemudian aku menyebutnya ini tragis. Aku hanya bisa memberimu sebuah payung karna aku tau, kau menyembunyikan rasa kedinginan itu dihadapannya. Persis sama dengan apa yang aku lakukan terhadapmu. Selanjutnya kalian berjabat tangan dilanjutkan dengan melambaikan tangan dan saling melempar doa agar selamat sampai tujuan, berjalan berlainan arah untuk pulang ke Rumah masing-masing. Sesederhana itu saja.

Kemudian disaat kau mulai merasakan kedinginan yang amat sangat, kau mulai menghubungiku untuk menanyakan bisakah aku membuatkanmu secangkir teh hangat yang diaduk dengan tawa? maka aku akan mengiyakan pertanyaanmu itu dengan caraku sendiri supaya kau tak tau bahwa sebenarnya aku sedang mengarahkan hangat kepadamu. Lalu kau sembuh.. dan bersiap mandi hujan kembali, kau sakit, aku mengiyakan.. siklus abadi yang tak sengaja kita ciptakan sendiri.

Mungkin jika ada yang berfikir bahwa aku sakit saat mengetik ribuan huruf untuk kemudian dirangkai menjadi bait-bait pahit, aku akan mengatakan..

"Kalian salah"

Justru aku tengah tersenyum sekarang, membayangkannya yang dengan sangat mudahnya disukai oleh semua orang. Dan aku bersyukur juga sudah pernah menjadi teman akrabnya dulu, bahkan dia pernah ingin meminjamiku salah satu handphonenya hanya sekedar supaya kita bisa saling sapa dalam pesan singkat. Untuk aku yang sekarang, semua itu terdengar menggelikan memang, tapi itu adalah kenangan yang patut aku simpan. Aku harus bisa mempertahankan kenangan yang perlahan mulai samar-samar ini, dan aku tau satu alasan kuat yang mungkin menjadi penyebab memudarnya kenangan itu. 

Alasannya adalah ada seseorang yang baru.

Sunday 19 August 2018

Nada Anak Sekolah Dasar

Pernah dulu waktu sd, aku ada di barisan iring-iringan pawai gitu pake seragam merah putih trus bawa bendera kecil di tangan kanan. Dan satu hal yang menurut aku paling ganggu adalah saat ada orangtua siswa ada yang ngikut selama pawai tersebut, nyodorin botol minuman kadang kalo liat anaknya kepanasan, bahkan sampai beli kipas kertas yang terlalu mahal untuk seukurannya. Ibuku juga sama, ia adalah orang yang paling aku perhatiin pas itu. Ia jalan kaki bersama rombongan orangtua lainnya. Sambil memegang kipas dan botol minum, sesekali jalannya harus terhenti karena orang yang di depannya tak memberi aba-aba akan berhenti. Setiap tatapnya cemas, bergantian dengan melihatku dan juga melihat jalan yang ia lewati.

Aku kepanasan, egoku kelewatan.. dengan gelagat gugup cemasnya dia menawarkan botol minuman yang sedari awal ia pegang. Aku menolaknya kasar, sangat kasar..

"Ngga usah, udah ibu sana aja..!" nada tinggi anak sekolah dasar

Ia mengerti dan menutup kembali botol minumnya, isinya masih penuh, tak kurang dari sewaktu awal dibuka. Mungkin kalau mau ia bisa saja menghabiskan seluruh isinya, menggantikan seluruh keringat yang ia seka dengan sarung tangan andalannya. Tapi kenapa ia tidak melakukannya ? benar. Ada sesuatu yang lebih penting dari dirinya, Aku. Orang yang sangat ingin ia lindungi. Bahkan mungkin jika ada hujan panah ke arahku, tubuhnya akan otomatis menjadi payung dan tak akan membiarkan satu busur menghujam padaku.

Pawai selesai, orangtuaku dengan bangga menawariku ajakan pulang. Kita jalan kaki pulang bersama rombongan lainnya. Ia menggandengku menyebrang jalan, aku melepasnya selepas di sebrang. Aku waktu itu keterlaluan memang, aku cuma melihat ia seperti orangtua menyebalkan lainnya saat pawai. Kipas yang dipengangya, botol minum yang penuh itu tak aku lihat sebagai usaha yang sudah seharusnya dihargai. Bahkan ia rela mengabaikan keringat dan panas jalan raya hanya untuk melihatku di kerumunan.

Sering ada pertanyaan "Jika ada mesin waktu, apa yang akan kamu lakukan ?" mungkin jawabanku ini kurang keren atau gimana. Jika aku punya mesin waktu, aku akan kembali kesana dan menghabiskan setengah isi botol minumnya, menyuruhnya meminumnya juga, begandengan jalan kaki sampai rumah, melambaikan tanganku saat jalan bersama rombongan, dan menceritakan ulang apa yang sudah ia liat seharian. Ya, dan tentu saja peristiwa lain yang serupa. Aku ingin memperbaikinya.

Dan satu hal lagi, apa rasanya dianggap sebagai orang yang paling menyebalkan ditengah kerumunan oleh seseorang yang sangat ingin kita lindungi ??
Kalau aku belum tau, atau sudah ya..? ngga tau lah

Maaf ya bu, ya walaupun ibu ngga bakal pernah baca ini. Tapi aku bakal terus ingat gimana aku pas ngetik ini.

Monday 26 March 2018

Unity in Diversity

Agama, kepercayaan, etnis, dan lain-lainnya adalah salah satu bentuk keagungan Tuhan. Disini saya ngga akan ngebahas soal SARA, karna bagi saya itu sesuatu yang amat sangat sensitif. Apalagi disituasi Indonesia yang sekarang-sekarang ini, yang salah ngga ada.. cuma yang bener itu ya kaya gimana ? Ada yang bilang

Wednesday 3 January 2018

"Minggir Woy !! Perahu gue mau lewat !!"

Sebenernya ini cerita lama sih.. Tapi kalo ngga diinget-inget terus ya ngga bakal anget kan ?

Oke jadi dulu waktu SD itu yang kita tungguin adalah waktu istirahat, walau pun gue adalah anak yang tergolong cerdas waktu SD cuman punya masalah yang